Jumat, 01 November 2019

Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Kepulauan Indonesia sudah ramai sejak permulaan Tarikh Masehi. Daerah pantai timur Sumatra menjadi jalur perdagangan yang ramai dikunjungi para pedagang. Kemudian, muncul pusat-pusat perdagangan yang berkembang menjadi pusat kerajaan. Kerajaan-kerajaan kecil di pantai Sumatra bagian timur sekitar abad ke- 7, antara lain Tulangbawang, Melayu, dan Sriwijaya. Dari ketiga kerajaan itu, yang kemudian berhasil berkembang dan mencapai kejayaannya adalah Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya terkenal dengan kekuatan maritimnya sehingga berhasil menguasi pulau Sumatra, Jawa, Pesisir Kalimantan, Kamboja, Thailand Selatan, dan Semenanjung Malaya.

Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar Melayu. Melayu dapat ditaklukkan dan berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Letak pusat Kerajaan Sriwijaya ada berbagai pendapat. Ada yang berpendapat bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya ada di Palembang, ada yang berpendapat di Jambi, bahkan ada yang berpendapat di luar Indonesia. Akan tetapi, pendapat yang banyak didukung oleh para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya berlokasi di Palembang, di dekat pantai dan di tepi Sungai Musi. Ketika pusat Kerajaan Sriwijaya di Palembang mulai menunjukkan kemunduran, Sriwijaya berpindah ke Jambi.

Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya yang penting adalah prasasti. Prasasti-prasasti itu ditulis dengan huruf pallawa. Bahasa yang dipakai Melayu Kuno. Beberapa prasasti itu antara lain sebagai berikut.
Nama PrasastiKeterangan
Prasasti Kedukan BukitTempatTepi Sungai Tatang, dekat Palembang.
IsiPrasasti ini berangka tahun 605 Saka (683 M). Isinya antara lain menerangkan bahwa seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan
perjalanan suci (siddhayatra) dengan menggunakan perahu. Ia berangkat dari Minangatamwan dengan membawa tentara 20.000 personel.
Prasasti Talang TuoTempatSebelah barat Kota Palembang di daerah Talang Tuo.
IsiPrasasti ini berangka tahun 606 Saka (684 M). Isinya menyebutkan tentang pembangunan sebuah taman yang disebut Sriksetra. Taman ini dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga.
Prasasti Telaga BatuTempatPalembang
IsiPrasasti ini tidak berangka tahun. Isinya terutama tentang kutukan-kutukan yang menakutkan bagi mereka yang berbuat kejahatan.
 Kepulauan Indonesia sudah ramai sejak permulaan Tarikh Masehi Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Prasasti Kota KapurTempatPulau Bangka
IsiPrasasti berangka tahun 608 Saka (656 M). Isinya terutama permintaan kepada para dewa untuk menjaga kedatuan Sriwijaya, dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat.
Prasasti Karang BerahiTempatJambi
InskripsiPrasasti berangka tahun 608 saka (686 M). Isinya sama dengan isi Prasasti Kota Kapur. Beberapa prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor berangka tahun 775 M ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu, dan Prasasti Nalanda di India Timur. Di samping prasasti-prasasti tersebut, berita Cina juga merupakan sumber sejarah Sriwijaya yang penting. Misalnya berita dari I-tsing, yang pernah tinggal di Sriwijaya.

Perkembangan Kerajaan Sriwijaya
Ada beberapa faktor yang mendorong perkembangan Sriwijaya antara lain:
  1. Letak geografis dari Kota Palembang. Palembang sebagai pusat pemerintahan terletak di tepi Sungai Musi. Di depan muara Sungai Musi terdapat pulau-pulau yang berfungsi sebagai pelindung pelabuhan di Muara Sungai Musi. Keadaan seperti ini sangat tepat untuk kegiatan pemerintahan dan pertahanan. Kondisi itu pula menjadikan Sriwijaya sebagai jalur perdagangan internasional dari India ke Cina, atau sebaliknya.
  2. Runtuhnya Kerajaan Funan di Vietnam akibat serangan Kamboja. Hal ini telah memberi kesempatan Sriwijaya untuk cepat berkembang sebagai negara maritim. Sriwijaya disebut sebagai negara maritim karena memiliki angkatan laut yang sangat tangguh.

Perkembangan Politik dan Pemerintahan
Dalam Prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo telah ditulis sebutan Dapunta Hyang. Pada abad ke-7, Dapunta Hyang banyak melakukan usaha perluasan daerah. Daerah-daerah yang berhasil dikuasai antara lain sebagai berikut.
  1. Tulang-Bawang yang terletak di daerah Lampung.
  2. Daerah Kedah yang terletak di pantai barat Semenanjung Melayu. Sriwijaya menakhlukan Kedah berlangsung antara tahun 682-685 M.
  3. Pulau Bangka dapat dikuasai Sriwijaya pada tahun 686 M berdasarkan Prasasti Kota Kapur. 
  4. Daerah Jambi terletak di tepi Sungai Batanghari. Penaklukan ini dilaksanakan kira-kira tahun 686 M (Prasasti Karang Berahi).
  5. Tanah Genting Kra merupakan tanah genting bagian utara Semenanjung Melayu. Penguasaan Sriwijaya atas Tanah Genting Kra dapat diketahui dari Prasasti Ligor yang berangka tahun 775 M.
  6. Kerajaan Kalingga dan Mataram Kuno. Menurut berita Cina, diterangkan adanya serangan dari barat, sehingga mendesak Kerajaan Kalingga pindah ke sebelah timur. Diduga yang melakukan serangan adalah Sriwijaya. Sriwijaya ingin menguasai Jawa bagian tengah karena pantai utara Jawa bagian tengah juga merupakan jalur perdagangan yang penting.

Sriwijaya terus melakukan perluasan daerah, sehingga Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar. Untuk lebih memperkuat pertahanannya, pada tahun 775 M dibangunlah sebuah pangkalan di daerah Ligor. Waktu itu yang menjadi raja adalah Darmasetra.

Raja yang terkenal dari Sriwijaya adalah Balaputradewa yang memerintah sekitar abad ke-9 M. Balaputradewa adalah keturunan dari Dinasti Syailendra, yakni putra dari Raja Samaratungga dengan Dewi Tara dari Sriwijaya. Hal tersebut diterangkan dalam Prasasti Nalanda, Raja Balaputradewa menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Benggala yang saat itu diperintah oleh Raja Dewapala Dewa.

Pada tahun 990 M yang menjadi Raja Sriwijaya adalah Sri Sudamaniwarmadewa. Pada masa pemerintahan raja itu terjadi serangan Raja Darmawangsa dari Jawa bagian Timur. Akan tetapi, serangan itu berhasil digagalkan oleh tentara Sriwijaya. Sri Sudamaniwarmadewa kemudian digantikan oleh putranya yang bernama Marawijayottunggawarman. Pada masa pemerintahan Marawijayottunggawarman, Sriwijaya membina hubungan dengan Raja Rajaraya I dari Colamandala. Pada masa itu, Sriwijaya terus mempertahankan kebesarannya.

Perkembangan Ekonomi
Pada mulanya penduduk Sriwijaya hidup dengan bertani, perdagangan kemudian menjadi mata pencaharian pokok. Perkembangan perdagangan didukung oleh keadaan dan letak Sriwijaya yang strategis. Sriwijaya terletak di persimpangan jalan perdagangan internasional. Para pedagang Cina yang akan ke India singgah dahulu di Sriwijaya, begitu juga para pedagang dan India yang akan ke Cina.

Sriwijaya mulai menguasai perdagangan nasional maupun internasional di kawasan perairan Asia Tenggara. Perairan di Laut Natuna, Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Dalam kegiatan perdagangan, Sriwijaya mengekspor gading, kulit, dan beberapa jenis binatang liar, sedangkan barang impornya antara lain beras, rempah-rempah, kayu manis, kemenyan, emas, gading, dan binatang. Selat Malaka adalah daerah perairan yang strategis dan sebagai jalur perdagangan pada masa itu. Yang  disebabkan oleh letaknya diantara Benua Asia dan Benua Australia. Para pedagang China yang akan ke India Singgah terlebih dulu di Sriwijaya.

Perkembangan tersebut telah memperkuat kedudukan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim. Kerajaan maritim adalah kerajaan yang mengandalkan perekonomiannya dari kegiatan perdagangan dan hasil-hasil laut. Untuk memperkuat kedudukannya, Sriwijaya membentuk armada angkatan laut yang kuat untuk mengawasi daerah perairannya dengan baik.

Kehidupan beragama di Sriwijaya sangat pesat, Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha Mahayana di seluruh wilayah Asia Tenggara. Diceritakan oleh I-tsing, bahwa di Sriwijaya tinggal ribuan pendeta dan pelajar agama Buddha. Salah seorang pendeta Buddha yang terkenal adalah Sakyakirti. Banyak pelajar asing yang datang ke Sriwijaya untuk belajar bahasa Sanskerta. Antara tahun 1011 - 1023 datang seorang pendeta agama Buddha dari Tibet bernama Atisa untuk lebih memperdalam pengetahuan agama Buddha.

Di Sriwijaya ditemukan beberapa peninggalan yang berhubungan dengan perkembangan keagamaan. Misalnya, Candi Muara Takus, yang ditemukan dekat Sungai Kampar di daerah Riau. Kemudian di daerah Bukit Siguntang ditemukan arca Buddha. Pada tahun 1006 Sriwijaya juga telah membangun wihara sebagai tempat suci agama Buddha di Nagipattana, India Selatan. Hubungan Sriwijaya dengan India Selatan waktu itu sangat erat. Bangunan lain yang sangat penting adalah Biaro Bahal yang ada di Padang Lawas, Tapanuli Selatan. Di tempat ini pula terdapat bangunan wihara.

Kemunduran Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya akhirnya mengalami kemunduran karena beberapa hal antara lain :
  1. Keadaan sekitar Sriwijaya tidak lagi dekat dengan pantai disebabkan aliran Sungai Musi, Ogan, dan Komering banyak membawa lumpur. Akibatnya. Sriwijaya tidak baik untuk perdagangan.
  2. Banyak daerah kekuasaan Sriwijaya yang melepaskan diri. Hal ini disebabkan terutama karena melemahnya angkatan laut Sriwijaya.
  3. Tahun 1017 M Sriwijaya mendapat serangan dari Raja Rajendracola dari Colamandala, namun Sriwijaya masih dapat bertahan. Tahun 1025 serangan itu diulangi, sehingga Raja Sriwijaya, Sri Sanggramawijayattunggawarman ditahan oleh pihak Kerajaan Colamandala. Tahun 1275, Raja Kertanegara dari Singhasari melakukan Ekspedisi Pamalayu sehingga Melayu lepas. Tahun 1377 armada angkatan laut Majapahit menyerang Sriwijaya. Serangan ini mengakhiri riwayat Kerajaan Sriwijaya.

Mohammad Yamin menyebutkan bahwa Sriwijaya sebagai kerajaan nasional yang pertama dan pada masa kejayaannya, wilayah kekuasaan Sriwijaya Mencakup Sumatra dan pulau-pulau sekitar jawa bagian barat, sebagian jawa bagian tengah, sebagian Kalimantan, semenanjung melayu dan hampir seluruh perairan nusantara.

Walaupun pada jamannya Sriwijaya memiliki angkatan laut yang kuat, namun berbeda degan keadaan saat ini. Persenjataan angkatan laut kita masih kurang maju dibanding Negara lain sehingga angkatan laut kita masih sering kecolongan dengan nelayan Negara lain yang masuk wilayah Republik Indonesia dan mengambil sumber daya laut Indonesia.