Jumat, 01 November 2019

Pasal 28 UUD 1945: Bunyi dan Penjelasan

Pasal 28 adalah pasal yang terletak pada Bab X (Warga Negara dan Penduduk) dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bunyi pasal ini berkaitan dengan jaminan terhadap kemerdekaan seluruh warga negara untuk melakukan perserikatan dan perkumpulan. Pasal 28 UUD 1945 juga menjamin kemerdekaan warga negara untuk berpendapat, baik itu dengan lisan (berbicara langsung), maupun dalam bentuk tulisan.

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun  Pasal 28 UUD 1945: Bunyi dan Penjelasan

Nah, dalam uraian kali ini kami akan memaparkan bunyi dari pasal 28 UUD 1945 dan penjelasannya. Pasal 28 sangat penting untuk diketahui dan dipahami oleh seluruh warga negara Indonesia, sebab Pasal ini berbicara tentang hak kita sebagai warga negara. Yuk, berikut ini uraiannya:

Bunyi Pasal 28 UUD 1945

Kamu pasti telah sangat familiar dengan Pasal 28. Pasal ini cukup banyak dikutip oleh orang yang berbicara atau menulis tentang hak dan kebebasan warga negara. Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28 berbunyi:
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang

Sejarah Pasal 28 UUD 1945 

Dalam sejarah konstitusi Republik Indonesia, Pasal 28 merupakan bagian dari sumbangan pemikiran dari bapak proklamator Indonesia, Mohammad Hatta. Pada masa perumusan UUD, Bung Hatta sangat gigih memperjuangkan hak-hak asasi manusia. Beliau menginginkan terdapat aturan yang jelas terhadap jaminan hak asasi seluruh warga negara, sesuatu yang kurang mendapat perhatian dari peserta sidang pada waktu itu. 

Sebagian besar peserta sidang tidak menganggap penting untuk memasukkan pasal tentang Hak Asasi Manusia ke dalam UUD. Mereka berpandangan bahwa keinginan Bung Hatta tersebut mirip dengan cara orang Barat dalam merumuskan konstitusinya, sesuatu yang haram untuk ditiru. Bahkan, Soekarno dan Soepomo berpendapat bahwa memasukkan hak-hak individu seperti itu ke dalam UUD hanya akan menimbulkan konflik dalam negara.

Dengan segala pengalaman pergerakan kemerdekaan yang dimiliki oleh Bung Hatta, beliau menganggap sangatlah penting untuk memasukkan hak asasi tersebut ke dalam UUD. Hal ini memang telah beliau perjuangkan sejak lama, terlihat dari tulisannya pada tahun 1931 yang berjudul "Tuntut Kemerdekaan Pers", Bung Hatta menulis:
Kemerdekaan tiap-tiap orang berbicara, menulis, mencetak, dan membentangkan pikirannya, sedangkan yang ditulisnya itu tidak guna diperiksa lebih dulu oleh yang berkuasa.
Dalam sidang BPUPKI, Bung Hatta mengajukan usul untuk memasukkan konsep jaminan hak dan kebebasan tersebut yang akan diletakkan dalam Pasal 28, konsep aslinya berbunyi:
Hak rakyat untuk menyatakan perasaan dengan lisan dan tulisan, hak bersidang dan berkumpul, diakui oleh negara dan ditentukan dalam Undang-Undang
Bung Hatta mendapat angin segar setelah Mohammad Yamin mendukung usulan tersebut. Berkat perjuangan dari 2 tokoh bangsa ini, usulan Pasal ini akhirnya bisa diterima oleh para peserta sidang. Dengan sedikit perubahan redaksi dari konsep aslinya, jadilah kita memiliki Pasal 28 UUD 1945 seperti yang kita lihat sekarang ini.

Penjelasan Pasal 28 UUD 1945

Pasal 28 UUD ini terdiri dari 3 bagian terperinci yang dirangkai menjadi satu. Kita bisa melihat bagian-bagian tersebut dipisahkan dengan tanda koma. Ketiganya saling terkait dan mendukung satu sama lain, yaitu:
  1. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul
  2. Kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
  3. Undang-undang yang mengatur poin 1 dan 2
Baiklah, kita akan bahas satu per satu ketiga poin tersebut.

1. Kemerdekaan Berserikat dan Berkumpul

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berserikat artinya bersama-sama mengusahakan sesuatu. Berserikat bisa juga diartikan sebagai berkumpulnya orang-orang yang mempunyai dasar dan tujuan yang sama. Kesamaan dasar dan tujuan ini bisa menjadi cikal bakal lahirnya organisasi dengan ikatan dan aturan yang jelas antar sesama anggota. Dengan organisasi, mereka bersama-sama mengusahakan sesuatu, seperti yang menjadi tujuan organisasi tersebut.

Lantas, apa bedanya dengan berkumpul? Sekilas, dua kata ini nampak sama, namun sesungguhnya berbeda. Berserikat memiliki arti berkumpul secara formal (resmi), dengan ikatan dan aturan. Sedangkan, berkumpul bisa memiliki arti perkumpulan biasa saja, informal (tidak resmi), tanpa ikatan dan aturan. Berserikat sudah pasti berkumpul, tetapi berkumpul belum tentu berserikat.

Jadi, menurut Pasal 28 UUD 1945, negara menjamin hak tiap-tiap warga negara untuk berserikat dengan sesamanya, mendirikan organisasi, dan menjalankan organisasi tersebut sesuai dengan tujuan bersama. Selain itu, negara juga menjamin hak seluruh warga negara untuk berkumpul dan berinteraksi dengan sesamanya, meskipun itu hanya perkumpulan biasa saja, bukan organisasi.

2. Kemerdekaan Mengeluarkan Pikiran

Mengeluarkan pikiran berarti mengeluarkan hasil pikiran dalam bentuk pendapat, pandangan, perasaan, atau kehendak. Setiap warga negara memiliki hak dan kemerdekaan untuk melakukan itu, dengan kemauan sendiri, tanpa paksaan, dan tanpa takut mendapat tekanan dari orang lain. Pikiran tersebut bisa disampaikan dengan cara lisan (berbicara), tulisan (artikel atau makalah), dan sebagainya. Frasa "dan sebagainya" disini berarti kita bebas mengekspresikan pikiran tersebut dengan cara-cara lain yang kita sukai.

Negara menjamin seluruh kebebasan itu melalui Pasal 28 UUD 1945. Tiap-tiap warga negara berhak secara bebas dan merdeka untuk berpendapat dan berpandangan. Siapapun tidak boleh menekan, memaksa, atau melarang orang lain untuk tidak mengeluarkan pikirannya. Perbuatan itu bertentangan dengan Pasal 28 UUD 1945.

3. Undang-undang Pengatur

Undang-undang mempertegas kembali apa yang telah di atur di dalam UUD 1945. Undang-undang berfungsi sebagai prosedur operasional dalam menjalankan isi Pasal 28 UUD 1945, juga memuat sanksi bagi segala pelanggaran isi Pasal 28.

Demikianlah penjelasan tentang Pasal 28 UUD 1945, semoga bermanfaat.