Jumat, 17 April 2020

Bersatu dalam Keragaman dan Demokrasi

Kandungan Q.S.Ali-Imran/3:159 dan H.R. at-Tirmizi menjelaskan bahwa musyawarah termasuk salah satu sifat orang yang beriman. Hal ini perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim terutama dalam hal-hal yang penting.

Mencintai musyawarah dalam mengambil keputusan pada segala hal yang terkait dengan kehidupan keluarga dan masyarakat. Seperti memilih lembaga pendidikan yang cocok, memilih tempat kerja, memilih ketua RT, dan lain-lain. Bersikap lemah lembut dalam bermusyawarah, baik ketika menyampaikan pendapat maupun menanggapi pendapat orang lain.

A. Bersatu dalam Keragaman
Dalam tradisi Islam al-Quran menegaskan hal ini. Pluralitas, kebhinnekaan, keragaman, perbedaan, dan kemajemukan merupakan sunnatullah (Ketetapan Allah Swt.) Sebagaimana dijelaskan dalam
beberapa firman-Nya, antara lain QS.Hud/11:118 dan QS.al-Maidah/5:48.

Keragaman terlihat dalam setiap penciptaan, binatang dan tumbuhan, hal gaib dan hal nyata. Keragaman juga terjadi baik pada pemahaman, ide, pemikiran, doktrin-doktrin, kecenderungan-kecenderungan maupun ras, jenis kelamin, bahasa, suku, bangsa, negara, agama, dan sebagainya. Perhatikan QS.al-Hujurat/49:13.

Islam telah memberikan sinyal bagaimana kaum muslimin menyelesaikan perbedaan dengan bermusyawarahlah dalam segala urusan (QS.Ali-Imran/3:159), kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah Swt. (al-Quran) dan Rasul (Sunahnya) (QS.an-Nisa’/4:59).

B. Makna Q.S. Ali-Imran/3:159 dan Hadis Terkait tentang Bersikap Demokratis
Di dalam al-Quran terdapat ayat-ayat yang berisi pesan-pesan mulia tentang bersikap demokratis, tentang musyawarah dan toleransi dalam perbedaan.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

(fabimaa rahmatin mina allaahi linta lahum walaw kunta fazhzhan ghaliizha alqalbi lainfadhdhuu min hawlika fau'fu 'anhum waistaghfir lahum wasyaawirhum fii al-amri fa-idzaa 'azamta fatawakkal 'alaa allaahi inna allaaha yuhibbu almutawakkiliina)

Hukum Tajwid
Surat Ali-Imran/3:159
LafalHukum Tajwid
فَبِمَاMad Thobi'i karena karena huruf mim berharakat fathah bertemu alif  dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid.
رَحْمَةٍ مِنَIdgham bighunnah karena huruf ta berharakat fathah tanwin bertemu huruf mim
مِنَ اللَّهِTafkhim karena lafazh Allah didahului oleh huruf hijaiyah nun berharakat fathah
لِنْتَIkhfa karena huruf nun sukun bertemu huruf ta
وَلَوْMad layin karena huruf ya' sukun didahului oleh huruf lam berharakat fathah
كُنْتَIkhfa karena huruf nun sukun bertemu huruf ta.
فَظًّا غَلِيظَIdzhar sebab huruf bertanwin bertemu huruf ghain
غَلِيظَMad asli atau mad thobi’i karena huruf lam berharakat kasroh bertemu ya’ sukun dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid
 لَانْفَضُّواIkhfa karena huruf nun sukun bertemu huruf fa.
Mad asli atau mad thobi’i karena huruf dad berharakat dhamah bertemu wau sukun dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid
مِنْ حَوْلِكَIdhzar sebab huruf nun sukun bertemu huruf ha'.
Mad layin karena huruf wau sukun didahului oleh huruf ha' berharakat fathah
فَاعْفُMad asli atau mad thobi’i karena huruf fa berharakat fathah bertemu alif dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid
عَنْهُمْ وَIdzhar sebab huruf nun sukun bertemu huruf ha.
Idzhar syafawi sebab huruf mim sukun bertemu huruf wau.
لَهُمْ وَIdzhar syafawi sebab huruf mim sukun bertemu huruf wau
وَشَاوِرْMad asli atau mad thobi’i karena huruf syin berharakat fathah bertemu alif dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid
هُمْ فِيIdzhar syafawi sebab huruf mim sukun bertemu huruf fa
الْأَمْرِIdzhar syafawi sebab huruf mim sukun bertemu huruf ro'
فَإِذَاMad asli atau mad thobi’i karena huruf dzal berharakat fathah bertemu alif dan setelahnya tidak bertemu hamzah, sukun, waqaf, dan tasydid
عَزَمْتَIdzhar syafawi sebab huruf mim sukun bertemu huruf ta
اللَّTafkhim karena lafazh Allah didahului oleh huruf hijaiyah lam berharakat fathah
 إِنَّNun tasydid cara membacanya dengan ghunnah
الْمُتَوَكِّلِينَAlif lam qamariyah karena huruf alif lam bertemu huruf mim.
Mad arid lissukun karena huruf mad jatuh sebelum huruf yang diwaqaf.

Kosakata Baru

Surat Ali-Imran/3:159
مِّنَ رَحۡمَةٖ فَبِمَا
dari rahmat maka dengan
لَهُمۡۖ لِنتَ ٱللَّهِ
bagi/terhadap mereka kamu berlaku lemah lembut Allah
فَظًّا كُنتَ وَلَوۡ
bersikap keras kamu adalah dan sekiranya
لَٱنفَضُّواْ ٱلۡقَلۡبِ غَلِيظَ
tentu mereka akan menjauhkan diri hati kasar
فَٱعۡفُ حَوۡلِكَۖ مِنۡ
maka maafkanlah sekelilingmu dari
لَهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ عَنۡهُمۡ
bagi mereka dan mohonkan ampun dari mereka
ٱلۡأَمۡرِۖ فِي وَشَاوِرۡهُمۡ
urusan dalam dan bermusyawarahlah dengan mereka
فَتَوَكَّلۡ عَزَمۡتَ فَإِذَا
maka bertawakkallah kamu membulatkan tekad maka apabila
إِنَّ ٱللَّهِۚ عَلَى
sesungguhnya Allah atas/kepada
ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ يُحِبُّ ٱللَّهَ
orang-orang yang bertawakkal Dia menyukai Allah

Artinya:
”Maka disebabkan rahmat dari Allah Swt. lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah Swt. Sesungguhnya Allah Swt. menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”

C. Penjelasan/Tafsir
Ayat di atas menjelaskan bahwa meskipun dalam keadaan genting, tetapi Rasulullah saw. tetap lemah lembut dan tidak marah terhadap para pelanggar. Bahkan memaafkan dan memohonkan ampun untuk mereka. Seandainya Rasulullah saw. bersikap keras, tentu mereka akan menaruh benci kepada beliau.

Dalam ayat di atas, tertera tiga sifat dan sikap yang secara berurutan disebut dan diperintahkan untuk dilaksanakan sebelum bermusyawarah, yaitu lemah lembut, tidak kasar, dan tidak berhati keras. Meskipun ayat tersebut berbicara dalam konteks perang uhud, tetapi esensi sifat-sifat tersebut harus dimiliki dan diterapkan oleh setiap muslim, terutama ketika hendak bermusyawarah.

Dalam al-Quran terdapat banyak ayat yang berbicara tentang nilai-nilai dalam demokrasi. Seperti dalam Firman Allah Swt. di dalam

1. Q.S. al-Isra’/17:70
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

(walaqad karramnaa banii aadama wahamalnaahum fii albarri waalbahri warazaqnaahum mina alththhayyibaati wafadhdhalnaahum 'alaa katsiirin mimman khalaqnaa tafdhiilaan)

Artinya :
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

2. Q.S. al-Baqarah/2:30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

(wa-idz qaala rabbuka lilmalaa-ikati innii jaa'ilun fii al-ardhi khaliifatan qaaluu ataj'alu fiihaa man yufsidu fiihaa wayasfiku alddimaa-a wanahnu nusabbihu bihamdika wanuqaddisu laka qaala innii a'lamu maa laa ta'lamuuna)

Artinya :
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

3. Q.S. al-Hujurat/49:13
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

(yaa ayyuhaa alnnaasu innaa khalaqnaakum min dzakarin wauntsaa waja'alnaakum syu'uuban waqabaa-ila lita'aarafuu inna akramakum 'inda allaahi atqaakum inna allaaha 'aliimun khabiirun)

Artinya :
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

4. Q.S. asy-Syμra/42:38
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَىٰ بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

(waalladziina istajaabuu lirabbihim wa-aqaamuu alshshalaata wa-amruhum syuuraa baynahum wamimmaa razaqnaahum yunfiquuna)

Artinya :
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka

Inti dari semua ayat tersebut membicarakan bagaimana menghargai perbedaan, kebebasan berkehendak, mengatur musyawarah dan lain sebagainya yang merupakan unsur-unsur dalam demokrasi.

Di samping ayat-ayat tersebut, banyak juga hadis Rasulullah saw. yang mengisyaratkan pentingnya demokrasi, karena beliau dikenal sebagai pemimpin yang paling demokratis. Di antaranya adalah hadis yang menegaskan bahwa beliau adalah orang yang paling suka bermusyawarah dalam banyak hal, seperti hadits berikut:.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَكْثَرَ مَشُورَةً لِأَصْحَابِهِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Artinya:
“Dari Abu Hurairah, ia berkata, Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih sering bermusyawarah dengan para sahabat dari pada Rasulullah saw.” [HR. at-Tirmizi].

Hadis di atas menjelaskan bahwa menurut pandangan para sahabat, Rasulullah saw. adalah orang yang paling suka bermusyawarah. Dalam hal urusan penting, beliau senantiasa melibatkan para sahabat untuk dimintai pendapatnya, seperti dalam urusan strategi perang.

Dalam kehidupan bermasyarakat, musyawarah menjadi sangat penting karena hal-hal sebagai berikut.
  1. Permasalahan yang sulit menjadi mudah setelah dipecahkan oleh orang banyak lebih-lebih kalau yang membahas orang yang ahli.
  2. Akan terjadi kesepahaman dalam bertindak.
  3. Menghindari prasangka yang negatif, terutama masalah yang ada hubungannya dengan orang banyak.
  4. Melatih diri menerima saran dan kritik dari orang lain.
  5. Berlatih menghargai pendapat orang lain.

D. Demokrasi dan Syμra
1. Demokrasi
Secara kebahasaan, demokrasi terdiri atas dua rangkaian kata, yaitu “demos” yang berarti rakyat dan “cratos” yang berarti kekuasaan. Secara istilah, kata demokrasi ini dapat ditinjau dari dua segi makna.
  • Pertama, demokrasi dipahami sebagai suatu konsep yang berkembang dalam kehidupan politik pemerintah, yang di dalamnya terdapat penolakan terhadap adanya kekuasaan yang terkonsentrasi pada satu orang dan menghendaki peletakan kekuasaan di tangan orang banyak (rakyat) baik secara langsung maupun dalam perwakilan.
  • Kedua, demokrasi dimaknai sebagai suatu konsep yang menghargai hak-hak dan kemampuan individu dalam kehidupan bermasyarakat. Dari definisi ini, dapat dipahami bahwa istilah demokrasi awalnya berkembang dalam dimensi politik yang tidak dapat dihindari.

2. Syura
Menurut bahasa, dalam kamus Mu’jam Maqayis al-Lugah, syμra memiliki dua pengertian, yaitu menampakkan dan memaparkan sesuatu atau mengambil sesuatu. Menurut istilah, beberapa
ulama terdahulu telah memberikan definisi syμra. Mereka diantaranya adalah sebagai berikut.
  • Ar Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya Al Mufradat fi Gharib al-Quran, mendefinisikan syura sebagai “proses mengemukakan pendapat dengan saling mengoreksi antara peserta syμra”.
  • Ibnu al-Arabi al-Maliki dalam Ahkam al-Quran, mendefinisikannya dengan “berkumpul untuk meminta pendapat (dalam suatu permasalahan) yang peserta syμranya saling mengeluarkan pendapat yang dimiliki”.
  • Definisi syμr±ayang diberikan oleh pakar fikih kontemporer dalam asy Syμra fi Zilli Nizami al-Hukm al-Islami, di antaranya adalah “proses menelusuri pendapat para ahli dalam suatu permasalahan untuk mencapai solusi yang mendekati kebenaran”.

Syμra merupakan bagian dari proses berdemokrasi. Di dalamnya terkandung nilai-nilai yang diusung demokrasi. Pada sisi lain, nilai-nilai luhur yang diusung oleh konsep demokrasi adalah nilai-nilai yang sejalan dengan visi Islam itu sendiri.

E. Keterkaitan antara Demokrasi dengan Sikap Tidak Memaksakan Kehendak sesuai Pesan Q.S. Āli-Imran/3:159 dan Hadis Terkait
Demokrasi memberikan kebebasan berpendapat bagi rakyat. Namun demikian, dalam pandangan para ulama/cendekiawan muslim tentang demokrasi terbagi menjadi dua pandangan utama, yaitu; pertama menolak sepenuhnya, dan kedua menerima dengan syarat tertentu.
  1. Al-Maududi secara tegas menolak demokrasi. Menurutnya, Islam tidak mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar kepada rakyat untuk menetapkan segala hal.  al-Maududi menganggap demokrasi modern (Barat) merupakan sesuatu yang bersifat syirik. Menurutnya, Islam menganut paham teokrasi (berdasarkan hukum Tuhan).
  2. Menurut Mohammad Iqbal, sejalan dengan kemenangan sekularisme atas agama, demokrasi modern menjadi kehilangan sisi spiritualnya, sehingga jauh dari etika.  Kemudian, Iqbal menawarkan sebuah model demokrasi sebagai berikut:a. Tauhid sebagai landasan asasi., b. Kepatuhan pada hukum., c. Toleransi sesama warga., d. Tidak dibatasi wilayah, ras, dan warna kulit., dan e. Penafsiran hukum Tuhan melalui ijtihad.
  3. Muhammad Imarah. Menurut Imarah, Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan juga tidak menolaknya secara mutlak. Dalam demokrasi, kekuasaan legislatif (membuat dan menetapkan hukum) secara mutlak berada di tangan rakyat. Sementara, dalam sistem syura (Islam) kekuasaan tersebut merupakan wewenang Allah Swt.. Dialah pemegang kekuasaan hukum tertinggi.
  4. Menurut Al-Qardhawi, substasi demokrasi sejalan dengan Islam. Hal ini bisa dilihat dari beberapa hal, misalnya sebagaimana berikut. (a)  Dalam demokrasi, proses pemilihan melibatkan banyak orang untuk mengangkat seorang kandidat yang berhak memimpin dan mengurus keadaan mereka, (b)  Usaha setiap rakyat untuk meluruskan penguasa yang tirani juga sejalan dengan Islam. (c) Pemilihan umum termasuk jenis pemberian saksi, (d)  Penetapan hukum yang berdasarkan suara mayoritas juga tidak bertentangan dengan prinsip Islam, dan (e)  Kebebasan pers dan kebebasan mengeluarkan pendapat, serta otoritas pengadilan merupakan sejumlah hal dalam demokrasi yang sejalan dengan Islam.
  5. Menurut Salim Ali al-Bahasnawi, demokrasi mengandung sisi yang baik yang tidak bertentangan dengan Islam dan memuat sisi negatif yang bertentangan dengan Islam.  Karena itu, ia menawarkan adanya Islamisasi demokrasi sebagai berikut: a. Menetapkan tanggung jawab setiap individu di hadapan Allah Swt.. b. Wakil rakyat harus berakhlak Islam dalam musyawarah dan tugas-tugas lainnya. c. Mayoritas bukan ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan dalam al-quran dan Sunnah (Q.S. an-Nisa/4:59) dan (Q.S. al-Ahzab/33:36)., dan d. Komitmen terhadap Islam terkait dengan persyaratan jabatan, sehingga hanya yang bermoral yang duduk di parlemen.

F. Menerapkan Perilaku Mulia
Bersikap Demokratis sesuai Pesan Q.S.ali-Imran/3:159 dengan cara menerapkan perilaku demokratis, antara lain sebagai berikut.
Tirmizi menjelaskan bahwa musyawarah termasuk salah satu sifat orang yang beriman Bersatu dalam Keragaman dan Demokrasi
  1. Bersikap lemah lembut jika hendak menyampaikan pendapat (tidak berkata kasar ataupun bersikap keras kepala).
  2. Menghargai pendapat orang lain.
  3. Berlapang dada untuk saling memaafkan.
  4. Memohonkan ampun untuk saudara-saudara yang bersalah.
  5. Menerima keputusan bersama (hasil musyawarah) dengan ikhlas.
  6. Melaksanakan keputusan-keputusan musyawarah dengan tawakal;
  7. Senantiasa bermusyarawarah tentang hal-hal yang menyangkut kemaslahatan bersama.
  8. Menolak segala bentuk diskriminasi atas nama apapun.
  9. Berperan aktif dalam bidang politik sebagai bentuk partisipasi dalam membangun bangsa.